Subscribe:

Thursday 22 October 2015

Yama dalam Astangga Yoga



                                          Yama dalam Astangga Yoga
Ada banyak jalan untuk mencapai kebenaran tertinggi. Jalan yang berbeda-beda itu tampakanya memiliki tujuan yang sama yaitu sebuah penyatuan tertinggi antara Atman dengan Brahman. Salah satu jalan yang dapat digunakan oleh manusia adalah yoga. Yoga secara harfiah berasal dari suku kata “yuj” yang memiliki arti menyatukan atau menghubungkan diri dengan Tuhan. Yoga juga berarti pengekangan gelobang-gelombang otak dan focus kehadapan sang pencipta. Yoga sendiri dipelopori oleh seorang maharsi yang bernama maharsi patanjali, maharsi patanjali mengajarkan yoga dilaksanakan dengan delapan tahap yang disebut dengan astangga yoga.
Bagian-bagian astangga yoga
yaitu:
1.      Yama
Kontrol etis, perlakuan kita terhadap faktor eksternal dalam kehidupan
2.      Niyama
Penguasaan spiritual dalam memelihara kemurnian hidup sebagai manusia ciptaan Tuhan
3.      Asana
Rangkaian gerak postur untuk melatih serta memelihara juga meningkatkan fungsi seluruh bagian tubuh
4.      Pranayama
Seni pernapasan yang mampu meningkatkan kualitas kehidupan secara menyeluruh
5.      Pratyahara
Penguasaan diri yang bersifat internal. Kemampuan untuk fokus terhadap apa yang ada dalam ‘diri seorang manusia’
6.      Dharana
Konsentrasi, apabila kita mampu memelihara fokus tadi secara lebih intens

7.      Dhyana
Sebuah level di mana fokus tadi menjadi sesuatu yang bersifat otomatis, panjang namun tanpa beban. Pelakunya mampu membuat diri mereka fokus penuh konsentrasi namun terlihat luar biasa relaks serta nyaman
8.      Samedhi
Saat semua pencapaian positif tersebut telah termanifestasi dalam semua aspek kehidupan sang manusia pelaku yoga
Dari kedelapan bagian Astangga Yoga tersebut sebagai tahap awal dan dasar dalam melakukan yoga adalah Yama, Yama sebagai tahap awal dan dasar dalam Astangga Yoga disebut dengan Panca Yama Brata.
            Panca Yama Brata berarti lima macam pengendalian diri dari godaan-godaan nafsu yang jahat untuk mencapai kesempurnaan lahir dan bhatin. Adapaun pembagian Panca Yama Brata adalah:
1.      Ahimsa
Perkataan Ahimsa berasal dari dua kata yaitu : “a” artinya tidak, “himsa” artinya menyakiti, melukai, atau membunuh.
Sehingga, Ahimsa artinya tidak menyakiti, melukai, atau membunuh mahluk lain baik melalui pikiran, perkataan, dan tingkah laku secara sewenang–wenang. Agama Hindu mengajarkan kepada umatnya untuk tidak membunuh atau menyakiti mahluk lain adalah dosa. Ajaran Ahimsa itu merupakan salah satu faktor susila kerohanian yang amat penting dan amat utama.
meskipun ajaran Ahimsa itu berarti tidak membunuh tetapi dalam batas – batas tertentu kita diperbolehkan membunuh.
Dalam Kitab Slokantara disebutkan ada empat macam pembunuhan yang diperbolehkan, yaitu :
  1. Dewa Puja : Persembahan kepada Dewa ( Dewa Yadnya )
  2. Pitra Puja : Persembahan kepada Roh leluhur ( Pitra Yadnya )
  3. Athiti Puja : Persembahan kepada tamu yang kita hormati
  4. Dharma Wighata : kewajiban bagi semua orang membunuh mahluk yang mengganggu atau memberi penderitaan terhadap umat manusia.
Sedangkan mahluk yang kita persembahkan kepada Dewa Puja, Pitra Puja, Athiti Puja, dan Dharma Wighata pun kalau untuk upacara berarti kita menolong untuk meningkatkan jiwanya, sebab sebelum menyembelih binatang biasanya terlebih dahulu diberi mantram yang berbunyi  sebagai berikut :
“ Om Papasayah wiwaha ceras shadayat dimahitano jiwah pracodayat “
artinya : “Ya Tuhan saya hendak memotong hewan atau binatang ini dengan memotong kepalanya, semoga jiwanya dapat meningkat. “
2.      Brahmacari.
Kata Brahmcari terdiri dari dua kata, y: Brahma dan cari atau carya. Brahma artinya Ilmu pengetahuan sedangkan Cari atau carya berasal dari bahasa sansekerta, yaitu : Car artinya gerak atau tingkah laku. Sehingga Brahmacari berarti tingkah laku manusia dalam menuntut ilmu pengetahuan terutama ilmu pengetahuan tentang ketuhanan dan kesucian.
Brahmacari juga disebut masa Aguron – guron ( masa berguru ). Oleh karena itu, seorang siswa kerohanian harus mempunyai pikiran yang bersih yang hanya memikirkan pelajaran atau ilmu pengetahuan saja, supaya perasaan dan pikiran bisa terpusat. Belajar dengan baik perlu adanya tata tertib yang baik seperti : pemakaian waktu, kebersihan, kesopanan, ketertiban pembagian tugas, dan juga sangsi – sangsi pelanggaran yang lebih penting lagi, seorang siswa kerohanian atau seorang Brahmacari dilarang kawin, berdagang, dan berpolitik.
Didalam hubungan sosial masyarakat seorang siswa diharapkan memasuki tahap berikutnya yaitu tahap Grahastha yakni masa hidup berumah tangga. Di dalam Slokantara disebutkan mengenai perkawinan masa Brahmacari dan dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu :
  1. Sukla Brahmacari : Orang yang tidak pernah kawin sejak kecil sampai ia meninggal dunia. Tokoh yang melakukan Sukla Brahmacari di dalam pewayangan, adalah Bhisma dalam Mahabharata, dan Laksmana dalam cerita Ramayana.
  2. Sewala Brahmacari : orang yang kawin beristri atau bersuami hanya sekali dalam hidupnya dan tidak kawin lagi walaupun istri atau suami meninggal dunia. Tokoh pewayangan yang melakukan Sewala Brahmacari dalam cerita Ramayana adalah Sang Rama.
  3. Tresna atau Krishna Brahmacari : orang yang kawin lebih dari satu maksimal empat orang dan tidak boleh kawin lagi. Tokoh pewayangan yang melakukan Tresna atau Krishna Brahmacari adalah Dewa Siwa yang istrinya empat yaitu Dhurga, Uma, Gori, dan Parwati.
3.      Satya
Satya adalah bagian ketiga dari Panca Yama Bratha. Satya artinya : benar, jujur, dan setia. Satya juga diartikan sebagai gerak pikiran yang patut diambil menuju kebenaran, yang didalam prakteknya meliputi kata – kata yang tepat dan dilandasi kebajikan untuk mencapai kebaikan bersama. Satya, kejujuran untuk mencari kebenaran ini memang memgang peranan yang sangat penting di dalam ajaran kerohanian untuk mencapai kelepasan atau moksa. Di dalam sastra sering kita jumpai sebagai motto atau semboyan yaitu : “ Satyam eva jayate “ yang artinya hanya kejujuranlah yang menang bukan kemaksiatan atau kejahatan.
Dalam ajaran satya mengenal Panca Satya, yaitu :
a.       Satya Wacana artinya :  setia pada kata – kata
b.       Satya Herdaya artinya :  setia pada kata hati
c.       Satya Laksana artinya  :  setia dan bertanggung jawab terhadap perbuatannya.
d.       Satya Mitra artinya      :  setia pada teman
e.        Satya Semaya artinya   :  setia pada janji.


4.      Awyawaharika artinya tidak terikat pada ikatan keduniawian.

5.      Asteya atau Astenya artinya tidak mencuri atau tidak memperkosa hak milik orang lain.
Panca yama brata adalah pengendalian diri dari godaan-godaan nafsu duniawi. Oleh karena itu tujuan melaksanakan Panca yama brata adalah untuk melatih diri agar tidak terpengaruh rangsangan-rangsangan yang bersifat keduniawian agar dapat mencapai kesempurnaan lahir dan bhatin, panca yama brata sebagai langkah awal dalam Astangga Yoga mempunyai peran yang penting karena jika belum dapat melewati tahap panca yama brata maka tidak akan dapat melanjutkan pada tahap selanjutnya, dengan melakukan panca yama brata dengan sebaik-baiknya maka jalan untuk mencapai tahan selanjutnya akan menjadi lebih mudah dan pada akhirnya akan mencapai suatu kesempurnaan lahir dan bhatin.

0 comments:

Post a Comment