Subscribe:

Monday 16 November 2015

Filosofi Masyarakat Bali



Sekarang merupakan era globalisasi dimana kita dapat dengan mudahnya mengakses suatu informasi dari daerah atau belahan dunia lain dengan sangat murah, mudah dan cepat. Informasi itu dapat berupa hasil kebudayaan, agama ataupun pengetahuan lainnya. Di zaman yang serba canggih ini  perlu adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk dapat memfilter atau memilah mana informasi yang dapat digunakan dengan baik dan mana yang dapat memberikan kehancuran pada diri kita (Wiweka).

Belakangan ini  banyak saya lihat pemberontakan-pemberontakan spiritual antara para intelektualis dan spiritualis tentang adat, budaya dan agama yang berkembang di Bali. Ada yang mengatakan jika Bali hanya menjalankan ritual saja tanpa memperhatikan Tatwa dan Susila yang merupakan tiga kerangka agama Hindu, tidak mengetahui dan menjalankan apa yang diajarkan dalam Weda, tidak melaksankan tradisi-tradisi dalam Weda. Well, anggapan itu memang tidak sepenuhnya salah dan juga tidak sepenuhnya benar. Agama Hindu mempunyai tiga kerangka agama Hindu yaitu Tatwa, Susila dan Upacara, di Bali cenderung lebih dominan dengan Upacara apakah Tatwa dan Susila dikesampingkan? Nyatanya tidak kedua aspek tersebut juga ada dalam setiap upacara yang diadakan, apakah uapacara-upacara yang diadakaan di Bali keluar dari ajaran Weda? Tentu saja tidak, dalam mentafsirkan isi Weda tidak dapat di lakukan dengan waktu sehari atau dua hari karena isi dalam Weda sangat luas dan fleksibel sama halnya dengan agama Hindu yang luas, fleksibel dan tidak membunuh Local Genius suatu daerah dimana agama Hindu berkembang. Sekarang menjadi pertanyaannya adakah filosofi local Bali yang dapat disetarakan dengan filosofi-filosofi dalam Weda? Tentu saja ada, filosofi-filosofi asli Bali ini dimulai dengan kata-kata yang sangat sederhana tapi memiliki makna  yang sangat luar biasa. filosofi asli Bali yang patut anda ketahui, yaitu:
1.      Segara Agung Tan Patepi ( lautan luas tanpa daratan)
Jika anda pernah belajar agama Hindu di Bali anda pasti pernah mendengar istilah ini, saya pertama kalinya mendengar istilah ini pada saat  sekolah dasar pada saat guru agama Hindu saya menerangkan tentang Indria, yaitu Suatu keinginan tanpa batas. Tapi apakah segala keinginan tersebut akan berdampak buruk? Tentuya tidak, perlu adanya kontrol dalam diri untuk menerima dan mengeluarkan keinginan dalam diri tersebut. Ketika seseorang telah mengamalkan Segara Agung Tan Patepi pada dirinya dengan bijaksana orang tersebut akan mempunyai pengetahuan yang sangat luas seluas lautan yang disebabkan oleh keinginan untuk selalu belajar tanpa pantang menyerah untuk mencapai tujuan hidupnya, dapat dikatakan orang ini melaksanakan jalan pengetahuan (Jnana Marga Yoga). Pengetahuan tersebut sangat luas dan mampu menerima pengetahuan-pengetahuan baru dari segala penjuru layaknya lautan yang dapat menampung berapapun air yang menuju lautan. Dalam filosifi ini jelas mempunyai hubungan yang sangat erat dengan jalan pengetahuan (Jnana Marga Yoga) yang banyak dijelaskan oleh kitab suci Weda.

2.      Tampakin Kuntul Anglayang
Terkadang pengetahuan yang luas tidak diimbangi dengan kebijaksaan yang luas pula, banyak orang yang merasa telah pintar dengan mempelajari segala jenis pengetahuan baik itu sastra agama atau ilmu pengetahuan modern menjadi lupa diri, lupa daratan bak kacang lupa dengan kulitnya. Banyaknya terjadi konflik SARA belakangan ini dikarenakan adanya pihak yang merasa dirinya pintar karena sudah mempelajari ddan merasa ahli dalam bidang tertentu dan dengan sepihak menjudge pihak lain dengan mengatakan pengetahuan yang dimilikinya sesat. Rupanya orang-orang seperti ini tidak pernah mempelajari filosofi Tampakin Kuntul Anglayang, sejauh apapun burung kuntul terbang ia tak pernah lupa dari mana ia berasal, seseorang yang bijak walaupun memiliki pengetahuan yang sangat luas tapi ia tidak pernah sombong dan selalu rendah hati tidak pernah lupa dari mana ia berasal/ kawitan. Saya jadi teringat dengan kartun little Krisna dimana diceritakan bahwa Dewa Indra menjadi sangat sombong dan melupakan siapa yang telah memberikan ia kekuatan pada akhirnya Dewa Indra malah mempermalukan dirinya dengan kepintaran yang keliru sehingga kepintaran itu malah berbalik menjadi kebodohan. Banyak orang-orang di negara ini lupa dengan asal mereka lupa dengan leluhur mereka yang menjaga mereka dengan sepenuh hati. Jadi jangan salahkan leluhur jika banyak terjadi kekacauan di negara ini, itu semua karena kita semua terlalu sombong dan mencampakan nilai-nilai keluhuran bangsa Indonesia yang telah diajarkan berabad-abad lalu oleh para leluhur kita.
3.      Isinin Buluh Kumbang
Pengalaman merupakan guru yang terbaik, pengalaman memberikan pengetahuan yang tidak didapatkan melalui pengajarn seorang guru, kemampuan selalu menarik ke dalam diri pada setiap kejadian danmenjadikan sebuah pengetahuan kemudian menggali ke dalam diri melalui perenungan guna lebih mawas diri. Dapat saya tafsirkan disini adalah jalan pengetahuan dengan cara merenungkan segala kejadian yang pernah terjadi, sama halnya dengan saat malam Siwalatri kita melakukan perenungan diri, merenungi segala kejadian yang pernah terjadi dan menjadikan renungan tersebut untuk meningkatkan kualitas diri kita menjadi lebih baik.
4.      Galihin kangkung
Dalam proses belajar terdapat tahapan-tahapan yang perlu kita selesaikan sesuai dengan tingkat kemampuan kita, sama halnya dalam memahami kitab suci Weda kita tidak akan mampu memahami Weda Sruti tanpa mempelajari Weda Smerti kita tidak akan bisa mengerti Weda Smerti jika tidak menguasai Upanisad ataupun Bhagawand Gita kita tidak akan dapat mengerti Upanisad ataupun Bhagawand Gita jika tidak memulainya dengan pikiran yang bersih dan suci. Begitu pula dengan memuja Tuhan, mulailah dengan memuliakan orang tua atau leluhur dahulu karena mereka adalah Tuhan yang berwujud nyata dan dapat dilihat, kemudian mulailah memuliakan para dewa yang merupakan manifrestasi Tuhan dalam wujud Beliau sebagai Chadu Sakti, barulah memuliakan Tuhan dalam wujud Beliau yang Nirguna, suci bersih dan tidak dapat dipikirkan oleh manusia.
5.      Lontar Tanpa Tulis
Istilah ini menjadi istilah yang paling ingin saya cari dari sejak zaman SMA, saya pikir istilah Lontar Tanpa Tulis merupakan istilah yang memiliki banyak makna. Bagaimana bisa belajar dengan lontar yang tidak terdapat tulisannya? Seorang yang sudah dapat melepaskan kemelakatanya terhadap keduniawian tidak lagi berhasrat memuaskan hawa nafsunya dan menjadikan segala yang ada di alam semesta ini (Bhuwana Agung) dan yang terdapat dalam tubuhnya (Bhuwana Alit) sebagai media untuk belajar dan menyadari bahwa semua kejadian tidak ada yang terjadi karena suatu kebetulan tapi bagian dari prosess membelajaran. Lontar Tanpa Tulis merupakan implementasi dari ajaran Jnana dan Raja Marga Yoga yang di Bali digubah kembali menjadi kata-kata yang lebih sederhana untuk memudahkan untuk dipelajari.
Agama Hindu merupakan agama yang fleksibel dan menitikberatkan pada kedamaian dan cinta kasih, tidak masalah jika ada seseoarng yang berbeda caranya dalam mentafsirkan Weda namun yang perlu diperhatikan adalah agar  jangan tafsir-tafsir tersebut malah merusak khazanah budaya leluhur dan menimbulkan perpecahan. Banggalah dengan budaya asli Nusantara karena budaya Nusantara ini sangatlah kaya dan dapat memukau mata dunia sehingga dapat membawa negara Indonesia menjadi negara yang penuh kedamaian dalam kebhinekaan sesuai dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang dikutip dari kitab Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular yang merupakan salah satu pujangga besar negeri ini pada masa lampau.
Demikianlah artikel sederhana dari saya, jika bermanfaat bisa di share ke teman-teman kalian agar lebih mencintai budaya atau filosofi Nusantara dan tidak terlalu mengagung-agungkan budaya luar. Semoga bermanfaat.




0 comments:

Post a Comment